Jakarta - Pembelian pesawat kepresidenan senilai US$ 58 juta atau sekitar Rp 493 miliar dinilai tidak penting. Belanja pesawat ini hanya akan membuat beban utang pemerintah makin besar.
Menurut Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Khadafy, alokasi anggaran untuk pesawat kepresidenan tersebut akan sangat berarti jika dialihkan untuk anggaran kesehatan rakyat.
"Utang itu masalah pesawat kepresidenan, nggak usah beli karena akan menambah utang lagi. Itu bisa dialihkan ke dana kesehatan," tegas Uchok dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR yang dilakukan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/9/2011).
Sebagai informasi, pemerintah berencana membeli pesawat kepresidenan jenis Boeing Business Jet 2 seharga US$ 58 juta. Pesawat itu akan dikirim akhir 2013 mendatang.
"(Dipakai) akhir 2013," ujar Mensesneg Sudi Silalahi di Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Menurut Sudi, Kemenkeu juga sudah menandatangani surat pembelian pesawat pada 27 Desember 2010 lalu. Harga pembelian pesawat juga sudah turun US$ 4 juta dari harganya US$ 62 juta menjadi US$ 58 juta.
Sudi menambahkan, proses pembelian pesawat sudah berlangsung lama. DPR juga sudah memberikan dukungan.
"Ternyata dengan pesawat kepresidenan lebih efektif. Jadi ini tidak untuk kita saja. Tapi kita pikirkan untuk pemerintahan yang akan datang," kata Sudi.
Selain itu, pada kesempatan yang sama pula, Uchok menambahkan adanya kenaikan gaji pegawai justru juga menambah utang dari pengeluaran dana pensiun yang harus dikeluarkan pemerintah.
"Gaji pegawai itu merupakan utang dari dana pensiun," pungkasnya.