AKARTA, KOMPAS.com - Bandar Udara Soekarno-Hatta berada dalam keadaan ”darurat”. Kepadatan arus penumpang di terminal, lalu lintas mendarat dan lepas landas pesawat yang ketat, hingga kapasitas tempat parkir pesawat praktis sudah tidak memadai. Pemerintah harus segera membenahi kondisi ini jika tidak ingin citra semrawut melekat pada Bandara Soekarno-Hatta yang juga pintu gerbang negara ini.
Kepadatan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta secara statistik terlihat jelas. Berdasarkan data jumlah penumpang yang dikumpulkan Kompas hingga Minggu (27/11/2011), kapasitas penumpang di Bandara Soekarno-Hatta terlampaui sejak tahun 2003. Ketika itu, jumlah penumpang mencapai 19,7 juta orang, sementara kapasitas terpasang Bandara Soekarno-Hatta hanya 18 juta orang per tahun.
Berdasarkan data dari PT Angkasa Pura II, pengelola Bandara Soekarno-Hatta, penumpang di bandara internasional itu pada tahun 2009 sudah 37 juta orang. Sudah 19 juta penumpang di atas kapasitas. Tahun 2010, arus penumpang sudah 44,27 juta orang. Adapun pada periode Januari-Oktober 2011 sudah 41 juta orang.
Bandara Soekarno-Hatta sudah terlihat dipadati manusia sejak dini hari, setidaknya di Terminal I. Penumpang dengan troli penuh barang praktis sulit bergerak sejak turun dari kendaraan hingga ke bagian pelaporan (check-in) tiket pesawat. Tidak lagi memadai sebagai terminal sebuah bandara.
Badan Bandara Internasional (Airports Council International) mengakui pertumbuhan pesat Bandara Soekarno-Hatta. Disebutkan, pada tahun 2010, dari 30 besar bandara di dunia, Bandara Soekarno-Hatta mengalami pertumbuhan jumlah penumpang tercepat kedua di dunia, yakni 19,4 persen. Hanya kalah dari Bandara Shanghai, China, yang tumbuh 26,4 persen.
Kehadiran Terminal 3 Soekarno-Hatta yang beroperasi mulai tahun 2009 dengan kapasitas 4 juta orang sedikit meringankan beban di Terminal I dan II yang beroperasi sejak tahun 1985. Namun, kondisi ”darurat” jumlah penumpang tidak teratasi.
Pertumbuhan ekonomi yang positif dan munculnya masyarakat kelas menengah di satu sisi, sementara merebaknya sejumlah maskapai penerbangan, terutama yang menawarkan harga tiket murah, di sisi lain, membuat Bandara Soekarno-Hatta tak terelakkan dari lonjakan penumpang dan jumlah pesawat yang parkir, mendarat, dan lepas landas.
Kondisi ”darurat” juga terlihat pada kapasitas parkir di Bandara Soekarno-Hatta yang hanya 125 pesawat. Apalagi, di tempat parkir Terminal I terlihat sejumlah pesawat yang sedang dalam perbaikan ikut diparkir. Terlihat padat, bahkan terkesan semrawut.
Sebagai ilustrasi, andai kata semua 178 pesawat Boeing 737-900 ER pesanan Lion Air berdatangan hingga tahun 2016, Bandara Soekarno-Hatta jelas tidak mampu menampung. Padahal, saat ini ada 14 maskapai domestik dan 41 maskapai rute internasional.
Data PT Angkasa Pura II mencatat terjadi 61.197 penerbangan internasional di Bandara Soekarno-Hatta tahun 2010. Sementara ada 244.344 penerbangan domestik. Semua penerbangan ini dilayani hanya oleh dua landasan pacu.
Oleh karena itu, suatu penerbangan agar bisa mendapat izin lepas landas ataupun mendarat memerlukan waktu relatif panjang. Sebuah kondisi ”darurat” karena pesawat perlu waktu lama sebelum mendarat atau lepas landas karena kesibukan landasan pacu yang relatif padat.
Misalnya, pesawat Boeing 737-200 milik maskapai Sriwijaya Air nomor penerbangan SJ088 dari Terminal 1 Soekarno-Hatta ke Tanjungkarang, Provinsi Lampung, September lalu, memerlukan waktu 28 menit untuk lepas landas. Padahal, waktu terbang ke Tanjungkarang hanya 25 menit.
Penerbangan pukul 07.00 WIB itu baru lepas landas 28 menit kemudian disebabkan kesibukan landasan pacu. Selama menunggu waktu lepas landas, terhitung lebih dari 10 pesawat yang lepas landas dan mendarat.
Terhitung ada 5 pesawat Lion Air mendarat dan lepas landas, 4 pesawat Sriwijaya Air lepas landas dan mendarat, serta sebuah pesawat dengan identitas dot com dan sebuah pesawat kargo Boeing 747 milik Korea Airlines lepas landas.
Sumber: kompas.com